Umar r.a berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa yang membawa rezeki (bahan makanan dan sebagainya) dari luar (untuk memberikan kemudahan kepada orang lain), ia akan diberi rezeki dan barangsiapa yang menahannya, ia akan dilaknat.". (H.r. Ibnu Majah, Daramy, Misykat).
Faqih Abu Laits Samarqandi rah.a berkata bahwa yang dimaksud orang yang membawa dari luar adalah pedagang yang membeli barang dari kota lain untuk dijual kepada orang-orang, maka ia akan diberi rezeki (oleh Allah swt) karena orang-orang dapat mengambil manfaat darinya, dan orang-orang akan mendo'akannya. Sedangkan yang dimaksud orang yang menahannya adalah orang yang membeli dengan niat untuk disimpan sehingga orang-orang akan rugi karenanya. (Tanbihul-Ghafilin).
Yakni menyimpannya untuk menunggu masa paceklik dan tidak menjualnya, padahal orang-orang memerlukannya. Orang seperti itu akan dilaknat. Yakni dengan tujuan mencari keuntungan, berbuat kikir dan tamak, ia membeli bahan-bahan yang sangat diperlukan orang-orang dalam kehidupannya, lalu menyimpannya dan menunggu waktu paceklik. Orang seperti itu dilaknat oleh Rasulullah saw. Dalam sebuah hadits, Nabi saw bersabda, "Barangsiapa yang menahan (tidak menjual) makanan kepada orang Islam sampai 40 hari (padahal mereka sangat memerlukannya), Allah swt akan menimpakan kepadanya penyakit kusta dan kebangkrutan." (Misykat).
Demikianlah, orang yang bermaksud merugikan kaum muslimin dan menjadikan mereka kelaparan, ia akan tertimpa adzab jasmani (kusta) dan adzab kebendaan yakni kebangkrutan dan kefakiran. Sebaliknya, pada sebuah hadits disebutkan bahwa barangsiapa yang membeli barang dari tempat lain, lalu menjualnya dengan mudah, Allah swt akan memberi rezeki (dan keuntungan) kepadanya.
Dalam sebuah hadits disebutkan, "Betapa buruk orang yang menimbun bahan makanan. Bila harga murah ia akan bersedih, dan bila paceklik ia akan senang.".
Dalam sebuah hadits yang lain disebutkan, "Barangsiapa menimbun bahan makanan selama 40 hari (padahal orang-orang sangat memerlukannya tetapi ia tidak mau menjuainya), kemudian semuanya disedekahkan kepada orang-orang, maka sedekah ini pun tidak bisa menebus dosa karena menimbun bahan makanan itu." (Misykat).
Dalam sebuah hadits disebutkan, "Palo masa paceklik, seorang wali dari umat terdahulu berjalan di samping sebuah bukit pasir. Ia berangan-angan dalam hatinya, "Seandainya bukit pasir ini berupa tumpukan bahan makanan, maka aku akan memberi makan Bani Israil dengannya.". Kemudian Allah swt. menurunkan wahyu kepada Nabi pada zaman itu,
"Sampaikanlah berita gembira kepada wali itu, Kami telah menuliskan untuknya pahala membelanjakan harta sebanyak bukit itu.". (Tanbihul Ghafilin).
Bagi Allah swt, pahala yang Dia sediakan sangat luas tiada batas. Untuk memberi pahala, Dia tidak perlu menyimpannya dan tidak perlu bekerja untuk mencarinya. Apabila Allah swt menghendaki, maka akan tumbuh tanaman di seluruh dunia. Bagi Dia, yang dilihat adalah 'amal manusia dan keikhlasannya. Barangsiapa yang menyayangi makhluk-Nya ia akan dicintai oleh Allah swt..
Seseorang datang kepada Abdullah bin Abbas r.huma dan berkata, "Nasihatilah saya.". Maka ia berkata, "Saya memberimu nasihat berupa enam perkara:
1. Hendaknya engkau bertawakkal dan yakin kepada Allah swt terhadap perkara-perkara yang Allah swt sendiri telah menanggungnya (misalnya rezeki dan sebagainya).
2. Hendaknya engkau menunaikan perkara-perkara yang difardhukan Allah pada waktunya masing-masing.
3. Hendaknya engkau selalu membasahi lisanmu dengan dzikrullah.
4. Janganlah engkau mengikuti perkataan syaitan, sesungguhnya ia iri kepada semua makhluk.
5. Janganlah engkau sibuk memakmurkan duniamu, karena yang demikian itu akan merusakkan akhiratmu.
6. Hendaknya setiap waktu memikirkan kebaikan kaum muslimin.
Al-Faqih Abu Laits rah.a berkata, "Ada sebelas tanda keberuntungan bagi seseorang, dan tanda-tanda kebinasaan juga ada sebelas:
Adapun 11 tanda keberuntungan itu adalah:
(1) Membenci dunia dan mencintai akhirat.
(2) Memperbanyak ibadah dan membaca Al-Qur'an.
(3) Menjauhkan diri dari bicara sia-sia.
(4) Menjaga shalat tepat pada waktunya dengan sungguh-sungguh.
(5) Menghindarkan diri dari perkara yang haram, meskipun haram dalam tingkatan yang rendah
(6) Memilih berteman dengan orang-orang shalih.
(7) Selalu tawadlu', tidak sombong
(8) Dermawan dan ramah.
(9) Menyayangi makhluk Allah swt
(10) Memberikan manfaat kepada makhluk Allah swt
(11) Mengingat maut sebanyak-banyaknya.
Sedangkan tanda-tanda kebinasaan adalah:
(1) Tamak dalam mengumpulkan harta.
(2) Sibuk dalam menikmati kelezatan dan kesenangan dunia.
(3) Tidak mengenal sopan santun dan banyak berbicara.
(4) Bermalas-malasan dalam mengerjakan shalat.
(5) Memakan benda-benda yang haram dan syubhat, dan bergaul dengan orang fasik dan pendosa.
(6) Berakhlak buruk.
(7) Sombong dan membanggakan diri.
(8) Enggan memberi manfaat kepada orang lain.
(9) Tidak mengasihi orang Islam.
(10) Berbuat kikir.
(11) Lalai dari mengingat maut.
(Tanbihul-Ghafilin).
Induk dari semuanya itu adalah mengingat maut sebanyak-banyaknya. Bila kematian diingat setiap saat, maka sebelas sifat yang baik akan tumbuh dalam diri kita, dan sebelas sifat yang buruk akan hilang dari diri kita. Rasulullah saw. bersabda, "Perbanyaklah mengingat sesuatu yang menghancurkan semua kelezatan, yaitu maut." (Misykat).