Dunia Islam Berisi Artikel Islami, Al quran, Kitab Hadits, Arti Mimpi menurut islam, dakwah dan Kisah Islami, Download Murottal Al quran 30 Juz.

Haram, Menerima Pemberian yang Tidak Ikhlas

by TEGUH T.A , at 10:48 PM , has 0 comments
Sobat DUNIA ISLAM, ada suatu cerita ni.. Ketika Umar r.a melihat seorang pengemis yang meminta-minta setelah Maghrib, ia menyuruh seseorang untuk memberikan makanan kepada pengemis itu. Maka orang yang disuruh pun segera mengerjakan perintahnya dan memberi makan kepada pengemis itu. Setelah itu, Umar r.a mendengar suara pengemis itu meminta-minta. Maka ia bertanya kepada sahabat yang ia suruh tadi, "Bukankah saya telah menyuruhmu untuk memberi makanan kepada pengemis itu?".

Haram, Menerima Pemberian yang Tidak Ikhlas

Sahabat r.a itu pun menjawab, "Saya telah memberinya makan." Kemudian ketika Umar r.a melihat pengemis tadi terlihatlah di ketiaknya sebuah kantong yang berisi banyak roti. Lalu Umar r.a berkata, "Kamu bukan pengemis, tetapi pedagang. Kamu bukan seorang fakir, tetapi meminta-minta untuk dijual. Setelah terkumpul roti itu, lalu kamu menjualnya.". Setelah berkata demikian itu, Umar r.a merampas kantongnya, dan roti itu diberikan kepada unta-unta sedekah, kemudian ia memukul pengemis itu dengan tongkat lalu berkata, "Jangan kamu ulangi lagi perbuatanmu ini.".

Imam Ghazali rah.a berkata, "Jika meminta-minta tidak diharamkan, maka Umar r.a tidak akan memukulnya dan tidak akan merampas roti yang dibawanya.". Sebagian ulama menyangkal perkataan Imam Ghazali rah.a di atas. Mereka berpendapat bahwa Umar r.a memukul pengemis itu bisa saja sebagai pelajaran dan peringatan, karena merampas rotinya tersebut merupakan perbuatan zhalim. Syariat tidak menetapkan perampasan harta. Sangkalan itu pada hakikatnya karena ketidaktahuan mereka. Siapakah yang bisa menandingi Umar r.a dalam kefahamannya mengenai hukum-hukum syariat?

Apakah kita menganggap bahwa Umar r.a tidak mengetahui bahwa mengambil harta orang lain tidak dibolehkan? Dan mungkinkah kita beranggapan bahwa meskipun ia mengetahuinya, ia telah melakukan perbuatan yang haram karena kemarahannya terhadap perbuatan peminta-minta itu. Na'udzubillah, mungkinkah Umar r.a melakukan tindakan tersebut karena kemarahannya, dan mungkinkah ia memilih jalan yang tidak dibenarkan oleh syariat untuk menghentikan perbuatan meminta-minta pada masa yang akan datang? Kalau tujuannya seperti itu, maka perbuatan itu tidak diperbolehkan.

Akan tetapi permasalahannya adalah, jika pengemis itu meminta-minta dan si pemberi memberikannya dengan anggapan bahwa ia adalah seorang fakir dan miskin, maka harta ini tidak menjadi milik penerima, karena ia dapatkan dengan menipu. Karena sulit untuk mengetahui pemberinya, maka roti tersebut sama hukumnya dengan barang temuan yang tidak diketahui pemiliknya. Karena itu penggunaannya adalah untuk kemaslahatan umum. Oleh karena itu Umar r.a memberikan roti tersebut untuk dimakan unta-unta sedekah. Orang fakir yang meminta-minta ini sama halnya dengan seorang pendosa yang menyatakan dirinya sebagai seorang Sufi untuk mengambil harta sedekah. Jika si pemberi mengetahui keadaannya yang sebenarnya, ia tentu tidak akan memberinya.

Perlu dipahami bahwa apabila seseorang memberi sesuatu karena malu atau terpaksa, maka mengambil pemberian semacam ini haram hukumnya. Yang demikian itu sama halnya dengan menyakiti hati seseorang dan mengambil hartanya dengan paksa. Adapun orang yang dalam keadaan darurat tidak boleh mengambilnya tanpa adanya keikhlasan dari pemberi, akan tetapi urusannya dengan Allah swt, karena seluruh keadaan yang sebenarnya tentu diketahui oleh Allah swt. Allah swt pasti mengetahui dengan persis keadaan hamba-hamba-Nya. Jadi, meminta kepada teman tidaklah mengapa, asalkan ia tahu bahwa teman yang dimintai itu memberinya dengan senang hati. (Ihya' Ulumiddin)

Haram, Menerima Pemberian yang Tidak Ikhlas

Telah diketahui bahwa meminta-minta hanya diperbolehkan jika seseorang dalam keadaan terpaksa. Terpaksa meliputi empat keadaan, yang pertama dalam keadaan darurat. Kedua dalam keadaan sangat berhajat, namun belum sampai pada taraf darurat. Ketiga, dalam keadaan berhajat. Keempat, dalam keadaan tidak berhajat.

Contoh keadaan pertama ialah seseorang yang sedang kelaparan, sakit parah yang hampir meninggal dunia, dan orang yang telanjang tidak mempunyai pakaian sedikit pun untuk menutupi auratnya. Orang-orang yang dalam keadaan seperti ini diperbolehkan meminta-minta dengan beberapa syarat sebagai berikut: (1) Benda yang diminta adalah benda yang halal. (2) Orang yang dimintai rela memberikannya. (3) Orang yang meminta-minta benar-benar tidak mampu bekerja.

Apabila seseorang mampu bekerja, namun ia meminta-minta, maka ia termasuk orang yang sia-sia. Lain halnya dengan seseorang yang sedang menuntut ilmu. Karena kesibukannya dalam menuntut ilmu, maka ia diperbolehkan meminta, meskipun ia mampu.

Keadaan keempat adalah kebalikan dari keadaan pertama. Seseorang yang masih mempunyai sesuatu, tetapi ia meminta sesuatu, maka haram hukumnya. Sebagai contoh adalah orang yang meminta baju, padahal ia masih mempunyai baju (meskipun sekadar menutupi auratnya).

Allamah Zubaidi rah.a berkata bahwa ancaman meminta-minta berlaku bagi orang yang meminta untuk keperluan diri sendiri. Seseorang yang meminta untuk memenuhi keperluan orang lain tidak mendapatkan ancaman, karena hal ini termasuk perbuatan baik, yaitu membantu orang lain yang sedang memerlukan bantuan sehingga orang lain menjadi senang. Dan tidak termasuk dalam kategori meminta-minta adalah seseorang yang meminta untuk dirinya, tetapi ia meminta dari keluarganya sendiri atau teman dekatnya, karena pada umumnya mereka senang dimintai. (Ithaf). Tapi syaratnya adalah keluarga yang dimintai senang kepadanya.
TEGUH T.A
About
Haram, Menerima Pemberian yang Tidak Ikhlas - written by TEGUH T.A , published at 10:48 PM , categorized as Qana'ah . And has 0 comments

0 comments Add a comment
Bck
Cancel Reply
loading...
Copyright ©2013 dunia islam by
Theme designed by Damzaky - Published by Proyek-Template
Powered by Blogger
--> -->