Kebanyakan manusia salah dalam memahami akan arah serta tujuan dari
kehidupannya. Manusia di dunia memang penuh dengan keinginan, sementara
itu dunia ini sendiri bukanlah tempat untuk memenuhi keinginan-keinginan
tersebut. Alloh SWT telah menyediakan tempat tersendiri untuk memenuhi
keinginan–keinginan tersebut, yaitu di alam akherat. Di sana segala
keinginan manusia bisa terwujud.
Seringkali dalam memenuhi keinginannya, manusia berhajat pada makhluq (benda–benda). Padahal, sedikitpun benda-benda tersebut tidaklah bisa memberi manfaat atau pun bahaya kepada manusia. Benda-benda hanya bisa sebagai sarana atas kebutuhan manusia, dengan idzin Alloh tentunya. Dan jikalau Alloh Menghendaki, dengan atau tanpa benda-benda pun hajat mereka bisa terpenuhi. Hanya kepada Alloh lah hakikatnya manusia berhajat. Bahkan ini berlaku setiap saatnya.
Sehari-semalam kita berhajat kepada Alloh Ta’Ala. Namun kadang bahkan kebanyakan dari kita tidak menyadarinya. Fikirkan sejenak bagaimana darah kita yang senantiasa mengalir tanpa kita perintah. Jantung yang selalu berdetak tiap saat. Apa jadinya jika Alloh menghentikan sesaat saja ?? Demikian pula hajat kita akan udara (oksigen), berapa liter tiap hari kita habiskan. Dan juga hal-hal yang lain yang teramat banyak untuk disebutkan.
Maka sungguh mengherankan apabila hidup di bumi Alloh, di bawah kolong langit Milik Alloh, serta makan rizki Kepunyaan Alloh, namun tidak mengenal Alloh serta tidak taat kepada-Nya.
Yang lebih parah lagi menjadikan nafsu-nafsu sebagai Tuhan mereka. Hal semacam itu adalah jenis syirik besar. Ingat kepada Alloh hanya di waktu mereka berhajat. Dan setelah itu Alloh dilupakannya. Seakan mereka ber-Tuhan kan nafsu mereka, sementara Allho sebagai budak untuk memenuhi nafsu-nafsu mereka.
Sekarang kita bicara yang lebih riil. Yaitu situasi di mana Perintah Alloh dan nafsu manusia bertemu dalam saat yang bersamaan. Satu contoh yakni di kala di bumi sedang dikumandangkan seruan untuk sholat (Di langit pun para penyeru sedang memanggil manusia untuk sholat) bersamaan dengan berbagai macam kesibukan manusia. Mana yang harus didahulukan? Pertanyaan ini jika dijawab akan bervariasi jawaban serta alasannya. Beruntunglah bagi orang-orang yang senantiasa mengedepankan Perintah Alloh dibanding lainnya.
Suatu berita baik, bahwa Alloh sangat suka kepada hamba-hambanya yang merasa punya hajat kepada-Nya lalu menyampaikan, memohon agar hajatnya dipenuhi oleh-Nya. Alloh cinta terhadap orang-orang yang senantiasa memohon pada-Nya. Sungguh berbeda dan berlawanan dengan makhluq yang apabila dimintai terus-menerus lama kelamaan akan bosan dan benci.
Hikayat
Seorang raja sedang melangkahkah kakinya menuju ke arah seorang sufi yang sedang asyik ber ibadah kepada Tuhannya di dekat ka’bah. Raja berkata: "Apabila anda memerlukan sesuatu, datanglah kepada saya. Mungkin saya bisa membantu anda". Maka dengan hikmahnya, dijawab oleh sang sufi: "Tuan raja, ini adalah rumah Alloh. Tidaklah layak berada di rumah-Nya, menerima bantuan dari selainnya."
Maka setelah itu si raja meninggalkan sang sufi dan menunggunya di luar ka'bah. Setelah selesai menunaikan keperluannya kepada Tuhan-Nya, maka sang sufi keluar dari tempat tersebut.
Ternyata di luar sana telah ditunggu oleh sang raja yang langsung menghampirinya seraya berkata padanya: "Sekarang sudah di luar rumah Alloh, maka sampaikan keperluan anda, mungkin saya bisa membantu". Maka jawab sang sufi: "Tuan raja, dunia ini sangatlah sedikit (Alloh telah Menyebutkan dalam Al Qur-an). Bagaimana yang sedikit ini mau dibagi lagi dengan orang lain. Tuan lebih memerlukannya daripada saya"
Sungguh berbeda pandangan seorang sufi yang hanya berhajat pada Alloh, tanpa melirik makhluq sedikit pun dari pada orang-orang yang beranggapan bahwa benda-benda bisa menyelesaikan segala permasalahannya.
Seringkali dalam memenuhi keinginannya, manusia berhajat pada makhluq (benda–benda). Padahal, sedikitpun benda-benda tersebut tidaklah bisa memberi manfaat atau pun bahaya kepada manusia. Benda-benda hanya bisa sebagai sarana atas kebutuhan manusia, dengan idzin Alloh tentunya. Dan jikalau Alloh Menghendaki, dengan atau tanpa benda-benda pun hajat mereka bisa terpenuhi. Hanya kepada Alloh lah hakikatnya manusia berhajat. Bahkan ini berlaku setiap saatnya.
Sehari-semalam kita berhajat kepada Alloh Ta’Ala. Namun kadang bahkan kebanyakan dari kita tidak menyadarinya. Fikirkan sejenak bagaimana darah kita yang senantiasa mengalir tanpa kita perintah. Jantung yang selalu berdetak tiap saat. Apa jadinya jika Alloh menghentikan sesaat saja ?? Demikian pula hajat kita akan udara (oksigen), berapa liter tiap hari kita habiskan. Dan juga hal-hal yang lain yang teramat banyak untuk disebutkan.
Maka sungguh mengherankan apabila hidup di bumi Alloh, di bawah kolong langit Milik Alloh, serta makan rizki Kepunyaan Alloh, namun tidak mengenal Alloh serta tidak taat kepada-Nya.
Yang lebih parah lagi menjadikan nafsu-nafsu sebagai Tuhan mereka. Hal semacam itu adalah jenis syirik besar. Ingat kepada Alloh hanya di waktu mereka berhajat. Dan setelah itu Alloh dilupakannya. Seakan mereka ber-Tuhan kan nafsu mereka, sementara Allho sebagai budak untuk memenuhi nafsu-nafsu mereka.
Sekarang kita bicara yang lebih riil. Yaitu situasi di mana Perintah Alloh dan nafsu manusia bertemu dalam saat yang bersamaan. Satu contoh yakni di kala di bumi sedang dikumandangkan seruan untuk sholat (Di langit pun para penyeru sedang memanggil manusia untuk sholat) bersamaan dengan berbagai macam kesibukan manusia. Mana yang harus didahulukan? Pertanyaan ini jika dijawab akan bervariasi jawaban serta alasannya. Beruntunglah bagi orang-orang yang senantiasa mengedepankan Perintah Alloh dibanding lainnya.
Suatu berita baik, bahwa Alloh sangat suka kepada hamba-hambanya yang merasa punya hajat kepada-Nya lalu menyampaikan, memohon agar hajatnya dipenuhi oleh-Nya. Alloh cinta terhadap orang-orang yang senantiasa memohon pada-Nya. Sungguh berbeda dan berlawanan dengan makhluq yang apabila dimintai terus-menerus lama kelamaan akan bosan dan benci.
Hikayat
Seorang raja sedang melangkahkah kakinya menuju ke arah seorang sufi yang sedang asyik ber ibadah kepada Tuhannya di dekat ka’bah. Raja berkata: "Apabila anda memerlukan sesuatu, datanglah kepada saya. Mungkin saya bisa membantu anda". Maka dengan hikmahnya, dijawab oleh sang sufi: "Tuan raja, ini adalah rumah Alloh. Tidaklah layak berada di rumah-Nya, menerima bantuan dari selainnya."
Maka setelah itu si raja meninggalkan sang sufi dan menunggunya di luar ka'bah. Setelah selesai menunaikan keperluannya kepada Tuhan-Nya, maka sang sufi keluar dari tempat tersebut.
Ternyata di luar sana telah ditunggu oleh sang raja yang langsung menghampirinya seraya berkata padanya: "Sekarang sudah di luar rumah Alloh, maka sampaikan keperluan anda, mungkin saya bisa membantu". Maka jawab sang sufi: "Tuan raja, dunia ini sangatlah sedikit (Alloh telah Menyebutkan dalam Al Qur-an). Bagaimana yang sedikit ini mau dibagi lagi dengan orang lain. Tuan lebih memerlukannya daripada saya"
Sungguh berbeda pandangan seorang sufi yang hanya berhajat pada Alloh, tanpa melirik makhluq sedikit pun dari pada orang-orang yang beranggapan bahwa benda-benda bisa menyelesaikan segala permasalahannya.