Suatu hari Abu Nawas sedang berbincang-bincang dengan raja Harun Ar Rasyid. Di tengah percakapan yang seru, mendadak muncul ide sang raja "Setauku, ibu Abu Nawas sudah meninggal. Akan aku uji kepandaiannya kali ini. Apakah ia bisa membawa ibunya ke istana. Jika ia berhasil membawanya, aku akan memberi Abu Nawas hadiah 100 dinar emas".
"Wahai, Abu Nawas. Aku ingin agar engkau membawa ibumu ke istana, besok pagi. Sebagai imbalannya jika berhasil, aku beri engkau hadiah berupa 100 dinar emas". Titah sang raja.
Bukan main kagetnya, Abu Nawas. "Bagaimana raja ini, beliau kan sedah tahu kalau ibuku sudah meninggal dunia? Kenapa memerintahkan kepadaku untuk mengajaknya ke istana?" fikir Abu Nawas dalam hati.
Namun, bukan Abu Nawas namanya, kalau tidak sanggup melakukannya. "Baik, tuanku. Besok pagi, saya akan membawanya ke sini" jawab Abu Nawas dengan tegas dan mantap. Kemudian, ia segera pamit untuk pulang.
Tiba di rumah, ia berlalu setelah menghabiskan makanannya. Ia menelusuri setiap sudut negeri, lorong, dan kampung. Yang dicari Abu Nawas adalah seorang nenek tua yang akan dijadikannya sebagai ibu angkat.
Ternyata tidak mudah untuk mendapatkan sosok wanita tua. Setelah keringat bercucuran karena perjalanan yang melelahkan, akhirnya ia menemukan sosok perempuan yang menurutnya sesuai untuk dijadikan ibu angkat. Seorang nenek yang sedang menjual kue apem di pinggiran jalan dihampirinya.
"Wahai, ibu. Maukah engkau aku jadikan sebagai ibu angkat?" tanya Abu Nawas.
"Apa maksudmu berkata demikian? Apa tujuanmu?" tanya nenek.
Abu Nawas pun menceritakan urutan kejadian sehingga ia punya keinginan tersebut. Abu Nawas bermaksud hendak membagi hadiah dari raja menjadi dua, untuknya dan nenek.
"Baiklah, aku menyanggupi permintaanmu"
Abu Nawas pun memberi nenek sebuah tasbih. Ia berpesan kepadanya untuk segera menghitung untaian tasbih itu, ketika tiba di hadapan raja. Jika raja menanyakan apapun kepada si nenek, hendaknya jangan dijawab. Jangan sampai, rencana ini gagal! Maka, digendonglah si nenek menuju istana.
"Baiklah anakku, semoga Alloh memberi keberkahan padamu," ucap si ibu tua.
"Dan khususnya kepada Ibuku.." sahut Abu Nawas.
Esok harinya, Abu Nawas dan nenek telah tiba di istana raja. Abu Nawas melontarkan salam.
"Wa 'alaikumussalam, Abu Nawas," jawab raja. Kemudian, raja melihat ke arah Abu Nawas yang sedang menggendong ibu tua. Raja amat terkejut.
"Siapa ini, Abu Nawas?" tanya raja. "Inikah ibumu? tapi engkau datang ke sini terlalu siang, kenapa?"
"Benar, baginda, inilah ibu saya, beliau sudah tua dan kakinya pun lemah, tidak mampu berjalan ke sini. Padahal rumahnya sangat jauh sekali. Itulah kenapa saya menggendongnya," kata Abu Nawas seraya mendudukkan nenek tua di hadapan raja.
Setelah duduk, nenek itu pun segera memegang tasbih di tangannya. Segera ia menghitungnya tanpa henti, meski raja melontarkan beberapa pertanyaan kepadanya. Tentu saja ini membuat raja tersinggung, "Ibumu sangat tidak sopan, Abu Nawas!"
"Wahai, Abu Nawas. Aku ingin agar engkau membawa ibumu ke istana, besok pagi. Sebagai imbalannya jika berhasil, aku beri engkau hadiah berupa 100 dinar emas". Titah sang raja.
Bukan main kagetnya, Abu Nawas. "Bagaimana raja ini, beliau kan sedah tahu kalau ibuku sudah meninggal dunia? Kenapa memerintahkan kepadaku untuk mengajaknya ke istana?" fikir Abu Nawas dalam hati.
Namun, bukan Abu Nawas namanya, kalau tidak sanggup melakukannya. "Baik, tuanku. Besok pagi, saya akan membawanya ke sini" jawab Abu Nawas dengan tegas dan mantap. Kemudian, ia segera pamit untuk pulang.
Tiba di rumah, ia berlalu setelah menghabiskan makanannya. Ia menelusuri setiap sudut negeri, lorong, dan kampung. Yang dicari Abu Nawas adalah seorang nenek tua yang akan dijadikannya sebagai ibu angkat.
Ternyata tidak mudah untuk mendapatkan sosok wanita tua. Setelah keringat bercucuran karena perjalanan yang melelahkan, akhirnya ia menemukan sosok perempuan yang menurutnya sesuai untuk dijadikan ibu angkat. Seorang nenek yang sedang menjual kue apem di pinggiran jalan dihampirinya.
"Wahai, ibu. Maukah engkau aku jadikan sebagai ibu angkat?" tanya Abu Nawas.
"Apa maksudmu berkata demikian? Apa tujuanmu?" tanya nenek.
Abu Nawas pun menceritakan urutan kejadian sehingga ia punya keinginan tersebut. Abu Nawas bermaksud hendak membagi hadiah dari raja menjadi dua, untuknya dan nenek.
"Baiklah, aku menyanggupi permintaanmu"
Abu Nawas pun memberi nenek sebuah tasbih. Ia berpesan kepadanya untuk segera menghitung untaian tasbih itu, ketika tiba di hadapan raja. Jika raja menanyakan apapun kepada si nenek, hendaknya jangan dijawab. Jangan sampai, rencana ini gagal! Maka, digendonglah si nenek menuju istana.
"Baiklah anakku, semoga Alloh memberi keberkahan padamu," ucap si ibu tua.
"Dan khususnya kepada Ibuku.." sahut Abu Nawas.
Esok harinya, Abu Nawas dan nenek telah tiba di istana raja. Abu Nawas melontarkan salam.
"Wa 'alaikumussalam, Abu Nawas," jawab raja. Kemudian, raja melihat ke arah Abu Nawas yang sedang menggendong ibu tua. Raja amat terkejut.
"Siapa ini, Abu Nawas?" tanya raja. "Inikah ibumu? tapi engkau datang ke sini terlalu siang, kenapa?"
"Benar, baginda, inilah ibu saya, beliau sudah tua dan kakinya pun lemah, tidak mampu berjalan ke sini. Padahal rumahnya sangat jauh sekali. Itulah kenapa saya menggendongnya," kata Abu Nawas seraya mendudukkan nenek tua di hadapan raja.
Setelah duduk, nenek itu pun segera memegang tasbih di tangannya. Segera ia menghitungnya tanpa henti, meski raja melontarkan beberapa pertanyaan kepadanya. Tentu saja ini membuat raja tersinggung, "Ibumu sangat tidak sopan, Abu Nawas!"
"Apa yang dia sebutkan tiap butir tasbih itu?"
"Ampun, tuanku, suami ibu saya ini jumlahnya ada 99 orang. Beliau sedang menghafal nama-nama mereka satu persatu, dan tiada berhenti sebelum selesai menyebut semuanya."
Mendengar kata-kata Abu Nawas tadi, wanita tua itu pun segera melemparkan tasbihnya dan berkata kepada raja. "Tuanku, raja. Sejak muda hingga kini hamba cuma punya satu orang suami. Sebenarnya, menghitung-hitung biji tasbih adalah permintaannya. Begitu juga, tidak menjawab pertanyaan dari tuanku. Abu Nawas berjanji untuk membagi hadiah yang akan ia terima dari tuan menjadi dua."
Mendengar ucapan wanita tua itu, raja tertawa terpingkal-pingkal dan menyuruh pengawal untuk mendera Abu Nawas sebanyak 100 kali.
Ketika perintah raja akan dilaksanakan, Abu Nawas berkata "Tuanku, hukuman macam apa, yang akan tuan jatuhkan kepada saya?"
"Engkau telah gagal menjalankan perintahku, Abu Nawas" kata raja.
"Benar, paduka. Saya telah berjanji kepada wanita tua ini untuk membagi dua, hadiah yang akan engkau berikan kepada saya. Namun, karena sekarang saya akan mendapat pukulan, hadiah ini juga harus dibagi menjadi dua. Karena yang bersalah berjumlah dua orang. Saya sih terima aja dengan hukuman ini. Namun, tuan harus bertindak adil kan?
Raja bergumam dalam hati, "Hmm, jangankan dipukul sebanyak 50 kali. Sekali pukulan saja, wanita tua ini tidak akan mampu untuk berdiri lagi."
Raja pun memberi 50 dinar kepada wanita tua itu sambil berpesan kepadanya supaya tidak mudah percaya kepada Abu Nawas jika lain kali ia menemuinya. Dengan penuh gembira, diterimanya hadiah itu, sambil melihat ke arah Abu Nawas.
"Baginda, ampun beribu ampun. Jika ibu hamba telah mendapat anugerah dari baginda, tidak adil kiranya jika anaknya ini dilupakan begitu saja."
"Hahaha.., ya sudah, terimalah juga bagianmu," ujar raja sambil tersenyum, "Ini…"
Semua orang yang menyaksikan, tertawa dalam hati. Setelah itu, Abu Nawas pamit untuk pulang ke rumah. Demikian pula wanita tua itu dan semua yang hadir di Balairung, dengan perasaan masing-masing.