Para ulama telah menyebutkan enam perkara yang sangat penting untuk dijaga ketika berpuasa:
* Pertama
Hendaknya menjaga pandangan dari melihat hal-hal yang dilarang. Bahkan sebagian ada yang berpendapat bahwa melihat dengan perasaan nafsu terhadap istri sendiri pun dilarang, apalagi wanita lain. Juga hendaknya menghindari pandangan dari melihat hal-hal yang melalaikan.
Rasulullah saw bersabda, "Pandangan adalah satu anak panah dari panah-panah syetan. Barangsiapa takut kepada Allah, hindarilah melihat maksiat. Maka Allah mengaruniakan kepadanya cahaya iman yang kemanisan dan kelezatannya akan terasa di hati."
Para ahli sufi menafsirkan, bahwa termasuk pandangan yang harus dihindari yaitu melihat hal-hal yang mengalihkan perhatian seseorang kepada selain Allah.
* Kedua
Menjaga lidah dari dusta, perkataan sia-sia, mengumpat, perkataan kotor, menipu, bertengkar, dan sebagainya. Dalam Sahih Bukhari ada sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa puasa adalah perisai bagi manusia. Oleh karena itu mereka yang berpuasa hendaknya menjauhi perkataan yang buruk dan perkataan yang bodoh, seperti: mengejek, bertengkar, dan sebagainya.
Apabila ada orang yang mengajak bertengkar, katakan saja, "Saya sedang berpuasa." Yakni tidak terpancing emosinya oleh perkataan orang yang mengajak bertengkar dengan mengatakan 'saya sedang berpuasa' kepadanya, jika ia orang yang mengerti. Jika ia orang bodoh dan tidak mengerti maka hendaknya kita memahamkan hati kita sendiri bahwasanya saya sedang berpuasa dan tidak pantas bagi saya menjawab perkataan yang sia-sia itu.
Hal yang sangat penting juga untuk dihindari yaitu membicarakan keburukan orang lain dan dusta, yang menurut sebagian ulama, puasa akan batal karenanya. Sebagaimana telah diterangkan sebelumnya.
Pada zaman Rasulullah saw. ada dua orang wanita yang sedang berpuasa tetapi tidak dapat menahan rasa lapar sehingga keduanya hampir wafat. Para sahabat memberitahu Nabi saw. mengenai hal ini, kemudian Rasulullah membawa sebuah mangkuk dan menyuruh mereka muntah ke dalamnya.
Ketika keduanya memuntahkan isi perutnya, keluarlah potongan-potongan daging mentah dan darah. Para sahabat sangat terkejut melihat peristiwa ini, lalu Rasulullah saw. bersabda, "Mereka berpuasa dari makanan yang halal tetapi memakan yang haram yaitu keduanya membicarakan keburukan orang lain."
Dari kandungan hadits ini dapat diketahui bahwa beban puasa akan lebih berat bila dibarengi dengan ghibah, sehingga kedua wanita itu hampir mati karena puasanya. Begitu pula bila dibarengi dengan perbuatan-perbuatan dosa lainnya. Pengalaman menunjukkan bahwa puasa sangat ringan bagi orang yang bertakwa, sedangkan keadaan orang yang fasiq sangat buruk ketika berpuasa. Oleh karena itu, apabila mereka menginginkan supaya puasa tidak membebaninya, maka yang terbaik baginya adalah menghindarkan diri dari perbuatan dosa ketika berpuasa, terutama dari perbuatan ghibah yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang dalam melewati masa-masa puasanya.
Allah Swt. mengungkapkan dalam al Qur-an bahwa berbuat ghibah itu bagaikan memakan daging saudaranya yang telah mati. Dalam beberapa hadits pun peristiwa seperti itu banyak diceritakan, bahwa orang yang membicarakan keburukan saudaranya, pada hakekatnya ia telah memakan dagingnya.
Suatu ketika Rasulullah saw. melihat beberapa orang kemudian beliau bersabda, "Cungkillah gigi-gigi kalian." Mereka berkata, "Pada hari ini kami tidak memakan daging apa pun." Kemudian Rasulullah saw. bersabda, "Daging si fulan telah melekat pada gigi-gigi kalian."
Jelaslah bahwa mereka telah membicarakan keburukan si fulan tadi. Semoga Allah Swt. melindungi kita atas kelalaian mengenai hal ini. Jangankan masyarakat awam, orang alim pun tertimpa hal ini, selain di pertemuan orang-orang ahli dunia, dalam pertemuan orang-orang beragama pun tidak sedikit terjadi perbuatan ghibah. Ironisnya hal itu tidak disadari sebagai ghibah. Walaupun terkadang hati seseorang yang mendengarnya tidak mene- rima, namun hal itu akan ditutupinya dengan alasan bahwa hal itu benar- benar terjadi.
Salah seorang sahabat bertanya, "Apakah ghibah itu?" Rasulullah saw. menjawab, "Mengatakan sesuatu tentang saudaramu yang tidak ia sukai di belakang orangnya." Selanjutnya sahabat itu bertanya, "Apakah masih dikatakan ghibah jika yang saya katakan itu memang benar terdapat pada dirinya?" Rasulullah saw. menjawab, "Bila benar demikian, maka sebenarnya itulah ghibah, sedangkan jika yang kamu katakan itu dusta, maka kamu telah memfitnahnya."
Suatu ketika Rasulullah saw. melewati dua buah kuburan, Rasulullah pun berkata, "Kedua penghuni kubur ini sedang disiksa. Seorang disiksa karena membicarakan kejelekan orang lain, dan yang lainnya disiksa karena tidak berhati-hati ketika buang air kecil."
Rasulullah saw. juga bersabda, "Terdapat lebih dari 70 derajat dosa karena riba. Yang terendah adalah sama dengan melakukan zina dengan ibu sendiri, dan mengambil satu dirham dari riba adalah lebih buruk daripada berzina sebanyak 35 kali. Riba yang paling buruk adalah merusak kehormatan (nama baik) seorang muslim."
Banyak hadits yang memberi peringatan keras terhadap orang yang berbuat ghibah dan merusak kehormatan seorang muslim. Saya sangat ingin untuk mengemukakan hadits-hadits tersebut, karena apabila kita berkumpul, maka pembicaraan kita biasanya dipenuhi dengan maksiat (mengumpat dan memfitnah). Tetapi saya memutuskan untuk tidak mengemukakannya, ka- rena tema yang dibicarakan di sini adalah mengenai masalah lain, bukan bab ghibah. Saya hanya berdoa kepada Allah, semoga Allah Swt. melindungi kita dari kemaksiatan ini. Saya pun memohon kepada alim ulama dan sahabat- sahabat untuk mendoakan saya agar Allah melindungi saya yang banyak tertimpa penyakit rohani.
Kesombongan, kebodohan, kelalaian, hasad, buruk sangka, dusta, ingkar janji, riya, kebencian, ghibah, permusuhan.
Wahai Allah, penyakit manakah yang tidak ada pada diriku?
Sembuhkanlah aku dari segala penyakit dan
Tunaikanlah segala hajatku.
Sesungguhnya aku mempunyai hati yang berpenyakit.
Hanya Engkaulah penyembuh si sakit.
Bersambung... ke
6 Perkara yang Sangat Penting Dijaga Saat Puasa bag 2
6 Perkara yang Sangat Penting Dijaga Saat Puasa bag 3
* Pertama
Hendaknya menjaga pandangan dari melihat hal-hal yang dilarang. Bahkan sebagian ada yang berpendapat bahwa melihat dengan perasaan nafsu terhadap istri sendiri pun dilarang, apalagi wanita lain. Juga hendaknya menghindari pandangan dari melihat hal-hal yang melalaikan.
Rasulullah saw bersabda, "Pandangan adalah satu anak panah dari panah-panah syetan. Barangsiapa takut kepada Allah, hindarilah melihat maksiat. Maka Allah mengaruniakan kepadanya cahaya iman yang kemanisan dan kelezatannya akan terasa di hati."
Para ahli sufi menafsirkan, bahwa termasuk pandangan yang harus dihindari yaitu melihat hal-hal yang mengalihkan perhatian seseorang kepada selain Allah.
* Kedua
Menjaga lidah dari dusta, perkataan sia-sia, mengumpat, perkataan kotor, menipu, bertengkar, dan sebagainya. Dalam Sahih Bukhari ada sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa puasa adalah perisai bagi manusia. Oleh karena itu mereka yang berpuasa hendaknya menjauhi perkataan yang buruk dan perkataan yang bodoh, seperti: mengejek, bertengkar, dan sebagainya.
Apabila ada orang yang mengajak bertengkar, katakan saja, "Saya sedang berpuasa." Yakni tidak terpancing emosinya oleh perkataan orang yang mengajak bertengkar dengan mengatakan 'saya sedang berpuasa' kepadanya, jika ia orang yang mengerti. Jika ia orang bodoh dan tidak mengerti maka hendaknya kita memahamkan hati kita sendiri bahwasanya saya sedang berpuasa dan tidak pantas bagi saya menjawab perkataan yang sia-sia itu.
Hal yang sangat penting juga untuk dihindari yaitu membicarakan keburukan orang lain dan dusta, yang menurut sebagian ulama, puasa akan batal karenanya. Sebagaimana telah diterangkan sebelumnya.
Pada zaman Rasulullah saw. ada dua orang wanita yang sedang berpuasa tetapi tidak dapat menahan rasa lapar sehingga keduanya hampir wafat. Para sahabat memberitahu Nabi saw. mengenai hal ini, kemudian Rasulullah membawa sebuah mangkuk dan menyuruh mereka muntah ke dalamnya.
Ketika keduanya memuntahkan isi perutnya, keluarlah potongan-potongan daging mentah dan darah. Para sahabat sangat terkejut melihat peristiwa ini, lalu Rasulullah saw. bersabda, "Mereka berpuasa dari makanan yang halal tetapi memakan yang haram yaitu keduanya membicarakan keburukan orang lain."
Dari kandungan hadits ini dapat diketahui bahwa beban puasa akan lebih berat bila dibarengi dengan ghibah, sehingga kedua wanita itu hampir mati karena puasanya. Begitu pula bila dibarengi dengan perbuatan-perbuatan dosa lainnya. Pengalaman menunjukkan bahwa puasa sangat ringan bagi orang yang bertakwa, sedangkan keadaan orang yang fasiq sangat buruk ketika berpuasa. Oleh karena itu, apabila mereka menginginkan supaya puasa tidak membebaninya, maka yang terbaik baginya adalah menghindarkan diri dari perbuatan dosa ketika berpuasa, terutama dari perbuatan ghibah yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang dalam melewati masa-masa puasanya.
Allah Swt. mengungkapkan dalam al Qur-an bahwa berbuat ghibah itu bagaikan memakan daging saudaranya yang telah mati. Dalam beberapa hadits pun peristiwa seperti itu banyak diceritakan, bahwa orang yang membicarakan keburukan saudaranya, pada hakekatnya ia telah memakan dagingnya.
Suatu ketika Rasulullah saw. melihat beberapa orang kemudian beliau bersabda, "Cungkillah gigi-gigi kalian." Mereka berkata, "Pada hari ini kami tidak memakan daging apa pun." Kemudian Rasulullah saw. bersabda, "Daging si fulan telah melekat pada gigi-gigi kalian."
Jelaslah bahwa mereka telah membicarakan keburukan si fulan tadi. Semoga Allah Swt. melindungi kita atas kelalaian mengenai hal ini. Jangankan masyarakat awam, orang alim pun tertimpa hal ini, selain di pertemuan orang-orang ahli dunia, dalam pertemuan orang-orang beragama pun tidak sedikit terjadi perbuatan ghibah. Ironisnya hal itu tidak disadari sebagai ghibah. Walaupun terkadang hati seseorang yang mendengarnya tidak mene- rima, namun hal itu akan ditutupinya dengan alasan bahwa hal itu benar- benar terjadi.
Salah seorang sahabat bertanya, "Apakah ghibah itu?" Rasulullah saw. menjawab, "Mengatakan sesuatu tentang saudaramu yang tidak ia sukai di belakang orangnya." Selanjutnya sahabat itu bertanya, "Apakah masih dikatakan ghibah jika yang saya katakan itu memang benar terdapat pada dirinya?" Rasulullah saw. menjawab, "Bila benar demikian, maka sebenarnya itulah ghibah, sedangkan jika yang kamu katakan itu dusta, maka kamu telah memfitnahnya."
Suatu ketika Rasulullah saw. melewati dua buah kuburan, Rasulullah pun berkata, "Kedua penghuni kubur ini sedang disiksa. Seorang disiksa karena membicarakan kejelekan orang lain, dan yang lainnya disiksa karena tidak berhati-hati ketika buang air kecil."
Rasulullah saw. juga bersabda, "Terdapat lebih dari 70 derajat dosa karena riba. Yang terendah adalah sama dengan melakukan zina dengan ibu sendiri, dan mengambil satu dirham dari riba adalah lebih buruk daripada berzina sebanyak 35 kali. Riba yang paling buruk adalah merusak kehormatan (nama baik) seorang muslim."
Banyak hadits yang memberi peringatan keras terhadap orang yang berbuat ghibah dan merusak kehormatan seorang muslim. Saya sangat ingin untuk mengemukakan hadits-hadits tersebut, karena apabila kita berkumpul, maka pembicaraan kita biasanya dipenuhi dengan maksiat (mengumpat dan memfitnah). Tetapi saya memutuskan untuk tidak mengemukakannya, ka- rena tema yang dibicarakan di sini adalah mengenai masalah lain, bukan bab ghibah. Saya hanya berdoa kepada Allah, semoga Allah Swt. melindungi kita dari kemaksiatan ini. Saya pun memohon kepada alim ulama dan sahabat- sahabat untuk mendoakan saya agar Allah melindungi saya yang banyak tertimpa penyakit rohani.
Kesombongan, kebodohan, kelalaian, hasad, buruk sangka, dusta, ingkar janji, riya, kebencian, ghibah, permusuhan.
Wahai Allah, penyakit manakah yang tidak ada pada diriku?
Sembuhkanlah aku dari segala penyakit dan
Tunaikanlah segala hajatku.
Sesungguhnya aku mempunyai hati yang berpenyakit.
Hanya Engkaulah penyembuh si sakit.
Bersambung... ke
6 Perkara yang Sangat Penting Dijaga Saat Puasa bag 2
6 Perkara yang Sangat Penting Dijaga Saat Puasa bag 3