Syahdan, Sang Raja Harun Al-Rasyid Sangat Berang kepada Abu Nawas yang merupakan sohib kentalnya. Ada apa lagi ini?Mengapa Sang Raja Begitu Marah?.. Bahkan Beliau hendak menjatuhi hukuman mati terhadap Abu Nawas. Lantaran menerima laporan bahwa Abu Nawas mengeluarkan fatwa tidak mau rukuk dan sujud dalam sholat.
Yang Lebih membuat sang raja tersinggung adalah informasi yang menyebutkan bahwa Abu Nawas mengatakan bahwa Sang Raja 'suka fitnah'.
Menurut para ponggawa, Abu Nawas layak di hukum pancung karena melanggar syariat Islam dan menyebar fitnah.
Untungnya ada pengawal yang memberi masukan (saran) agar sebelum baginda bertindak lebih jauh, hendaknya melakukan konfirmasi dulu terhadap tersangka.
Abu Nawas pun ditangkap atas perintah sang Raja. Kini ia menjadi pesakitan.
"Wahai Abu Nawas, apa benar kamu berpendapat bahwa tidak boleh ruku' dan sujud dalam sholat?" tanya Khalifah ketus.
Abu Nawas menjawab dengan tenang, "Benar, duhai baginda."
Raja bertanya lagi, namun dengan nada suara yang lebih tinggi,
"Benarkah kamu mengatakan kepada masyarakat bahwa aku, Harun Al-Rasyid adalah seorang khalifah yang suka fitnah?"
Abu Nawas menjawab, "Benar, wahai raja.".
Yang Lebih membuat sang raja tersinggung adalah informasi yang menyebutkan bahwa Abu Nawas mengatakan bahwa Sang Raja 'suka fitnah'.
Menurut para ponggawa, Abu Nawas layak di hukum pancung karena melanggar syariat Islam dan menyebar fitnah.
Untungnya ada pengawal yang memberi masukan (saran) agar sebelum baginda bertindak lebih jauh, hendaknya melakukan konfirmasi dulu terhadap tersangka.
Abu Nawas pun ditangkap atas perintah sang Raja. Kini ia menjadi pesakitan.
"Wahai Abu Nawas, apa benar kamu berpendapat bahwa tidak boleh ruku' dan sujud dalam sholat?" tanya Khalifah ketus.
Abu Nawas menjawab dengan tenang, "Benar, duhai baginda."
Raja bertanya lagi, namun dengan nada suara yang lebih tinggi,
"Benarkah kamu mengatakan kepada masyarakat bahwa aku, Harun Al-Rasyid adalah seorang khalifah yang suka fitnah?"
Abu Nawas menjawab, "Benar, wahai raja.".
Raja berteriak dengan suara menggelegar, "Kamu memang layak dihukum mati, karena telah melanggar syariat Islam dan menebarkan fitnah tentang khalifah!"
Abu Nawas tersenyum seraya berkata, "Begini Saudaraku, memang aku tidak menyangkal bahwa aku telah mengeluarkan dua pendapat tadi, tapi sepertinya kabar yang sampai kepadamu tidaklah lengkap. Kata-kataku dipelintir, dijagal, dipotong ! Sehingga seolah-olah aku berkata salah."
Raja berkata dengan ketus, "Apa maksudmu? Jangan membela diri, kau telah mengaku dan mengatakan kabar itu benar adanya."
Abu Nawas beranjak dari duduknya dan menjelaskan dengan tenang, "Saudaraku, aku memang berkata rukuk dan sujud tidak perlu dalam shalat, tapi dalam salat apa? Waktu itu aku menjelaskan tata cara shalat jenazah yang memang tidak perlu rukuk dan sujud."
"Bagaimana soal aku yang suka fitnah?" tanya Khalifah.
Abu Nawas menjawab dengan senyum, "Kalau itu, aku sedang menjelaskan tafsir ayat 28 surat Al-Anfal, yang berbunyi ketahuilah bahwa kekayaan dan anak-anakmu hanyalah ujian bagimu. Sebagai seorang khalifah dan seorang ayah, anda sangat menyukai kekayaan dan anak-anak, berarti anda suka 'fitnah' (ujian) itu."
Mendengar penjelasan Abu Nawas yang sekaligus kritikan, Khalifah Harun Al-Rasyid tertunduk malu, menyesal dan sadar. Rupanya, kedekatan Abu Nawas dengan Harun Al-Rasyid menyulut iri dan dengki di antara pembantu-pembantunya. Abu Nawas memanggil Khalifah dengan "ya akhi" (saudaraku). Hubungan di antara mereka bukan antara tuan dan hamba. Pembantu-pembantu khalifah yang hasud ingin memisahkan hubungan akrab tersebut dengan memutar balikkan berita.
Abu Nawas tersenyum seraya berkata, "Begini Saudaraku, memang aku tidak menyangkal bahwa aku telah mengeluarkan dua pendapat tadi, tapi sepertinya kabar yang sampai kepadamu tidaklah lengkap. Kata-kataku dipelintir, dijagal, dipotong ! Sehingga seolah-olah aku berkata salah."
Raja berkata dengan ketus, "Apa maksudmu? Jangan membela diri, kau telah mengaku dan mengatakan kabar itu benar adanya."
Abu Nawas beranjak dari duduknya dan menjelaskan dengan tenang, "Saudaraku, aku memang berkata rukuk dan sujud tidak perlu dalam shalat, tapi dalam salat apa? Waktu itu aku menjelaskan tata cara shalat jenazah yang memang tidak perlu rukuk dan sujud."
"Bagaimana soal aku yang suka fitnah?" tanya Khalifah.
Abu Nawas menjawab dengan senyum, "Kalau itu, aku sedang menjelaskan tafsir ayat 28 surat Al-Anfal, yang berbunyi ketahuilah bahwa kekayaan dan anak-anakmu hanyalah ujian bagimu. Sebagai seorang khalifah dan seorang ayah, anda sangat menyukai kekayaan dan anak-anak, berarti anda suka 'fitnah' (ujian) itu."
Mendengar penjelasan Abu Nawas yang sekaligus kritikan, Khalifah Harun Al-Rasyid tertunduk malu, menyesal dan sadar. Rupanya, kedekatan Abu Nawas dengan Harun Al-Rasyid menyulut iri dan dengki di antara pembantu-pembantunya. Abu Nawas memanggil Khalifah dengan "ya akhi" (saudaraku). Hubungan di antara mereka bukan antara tuan dan hamba. Pembantu-pembantu khalifah yang hasud ingin memisahkan hubungan akrab tersebut dengan memutar balikkan berita.