Adalah Abu Said Abul Khair yang dikenal sebagai seorang sufi yang sangat menjaga situasi hatinya agar tidak terbersit maksud buruk.
Karena kemuliaan hatinya itu, Abul Khair mendapatkan beberapa karomah dan salah satunya adalah mampu menundukkan singa padang pasir yang buas hanya dengan tatapan mata saja.
Suatu ketika, ada seorang sufi yang masih muda datang dengan maksud ingin berguru kepada Abu Said Abul Khair, seorang tokoh sufi yang terkenal karena karomahnya dan gemar mengajar tasawuf di pengajian-pengajian. Rumah guru sufi itu terletak di tengah-tengah padang pasir.
Ketika sufi muda itu tiba di rumahnya, Abul Khair sedang memimpin pengajian.
Pada waktu Abul Khair membaca Surat Al Fatehah, dan tiba pada ayat terakhir yang berbunyi,
غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ
Saat itulah sufi muda ini agak kurang puas dengan makhraj bacaan Al Qur'an Abul Khair, yang dinilainya kurang fasih.
"Bagaimana mungkin ia seorang sufi terkenal, makhraj bacaan Al Fatehahnya saja tidak bagus, bagaimana mungkin aku bisa menjadi muridnya?" guman sufi muda itu yang berniat mengurungkan niatnya untuk berguru kepada Abul Khair.
Dikepung Singa Padang Pasir
Setelah itu, sufi muda itu berniat keluar dari majelis dan pergi tanpa permisi. Namun, begitu sufi muda itu keluar, ia langsung dihadang oleh seekor singa padang pasir yang buas. Singa itu mengaum dengan kerasnya seperti hendak memangsa sufi muda tersebut.
Karena ketakutan, sufi muda itu memilih untuk mundur. Akan tetapi di belakangnya juga ada seekor singa padang pasir lain yang menghalanginya.
Sufi muda itu seperti terjebak di tengah-tengah tanpa bisa berbuat sesuatu. Akhirnya, sufi muda itu menjerit keras karena ketakutan.
Begitu mendengar teriakan dari luar, Abul Khair segera turun keluar meninggalkan majelisnya. Ia menatap kedua ekor singa padang pasir yang buas itu dengan tatapan yang tajam.
Karena ketakutan, sufi muda itu memilih untuk mundur. Akan tetapi di belakangnya juga ada seekor singa padang pasir lain yang menghalanginya.
Sufi muda itu seperti terjebak di tengah-tengah tanpa bisa berbuat sesuatu. Akhirnya, sufi muda itu menjerit keras karena ketakutan.
Begitu mendengar teriakan dari luar, Abul Khair segera turun keluar meninggalkan majelisnya. Ia menatap kedua ekor singa padang pasir yang buas itu dengan tatapan yang tajam.
Sesaat kemudian, Abul Khair menegur singa-singa itu,
"Wahai singa, bukankah sudah aku bilang padamu jangan pernah kalian mengganggu para tamuku."
Sungguh ajaib, kedua singa yang semula terlihat buas itu lalu duduk bersimpuh di hadapan Abul Khair. Sang sufi Abul Khair lalu mengelus-elus telinga kedua singa itu dan menyuruhnya pergi.
Setelah kedua hewan buas itu benar-benar pergi, sufi muda itu merasa keheranan.
"Bagaimana Anda dapat menaklukkan singa-singa yang begitu liar itu?" tanya sufi muda.
"Anak muda, selama ini aku sibuk memperhatikan urusan hatiku. Bertahun-tahun aku berusaha menata hati hingga aku tidak sempat berprasangka buruk kepada orang lain. Untuk kesibukanku menaklukkan hatiku ini, Allah SWT telah menaklukkan seluruh alam semesta kepadaku. Semua binatang buas di sini termasuk singa padang pasir yang buas itu, semua tunduk kepadaku," jelas Abul Khair.
Menata Hati.
Sufi muda itu hanya terdiam dengan penuh rasa malu.
Namun, di sisi lain ia begitu mengagumi karomah yang dimiliki oleh Abul Khair.
"Engkau tahu kekuranganmu, wahai anak muda?" kata Abul Khair.
"Tidak wahai guru," jawab sufi muda itu.
"Selama ini engkau sibuk memperhatikan hal-hal lahiriah hingga nyaris lupa memperhatikan hatimu, karena itu engkau takut kepada semuruh alam semesta," jelas Abul Khair.
Sufi muda itu akhirnya mengurungkan niatnya untuk pergi. Dia menetapkan hatinya untuk menjadi murid dari Abul Khair.
Ia bersyukur bisa menjadi murid Abul Khair yang senantiasa mengajarinya tentang pentingnya menjaga hati agar selalu berprasangka baik.
sumber: kisahislamiah.blogspot.com