Apabila seseorang melihat seorang jutawan, lalu timbul rasa tamak dan keluh kesah dalam hatinya, lalu ia berkata, "Ia memiliki harta kekayaan yang banyak, sedang aku tidak memiliki harta sebanyak itu" Maka hendaklah ia mencari dan memperhatikan dengan seksama orang yang sedang berada dalam kesulitan, tidak berdaya, dan kelaparan. Dengan demikian akan datang kepada dirinya rasa syukur kepada Allah swt, yakni Allah swt telah menyelamatkannya dari keadaan seperti itu.
Dalam hadits yang lain, Nabi saw bersabda, "Janganlah kalian memandang orang yang banyak memiliki harta, tetapi pandanglah orang-orang yang lebih rendah dari kalian, sehingga tidak akan timbul perasaan mengecilkan karunia Allah swt yang ada padamu."
(Kitab: Misykat)
Abu Dzar Al-Ghifari radiyallahu anhu berkata, "Kekasihku, Rasulullah saw telah
menasihatiku dengan tujuh perkara:
- Aku diperintahkan agar menyayangi fakir miskin dan bergaul dengan mereka.
- Aku diperintahkan agar tidak memandang orang yang lebih tinggi (kaya) dariku, dan agar aku memandang keadaan orang-orang yang lebih rendah dariku.
- Aku diperintahkan agar menyambung silaturahmi, walaupun orang yang aku datangi itu berpaling dariku, menghindar dariku, menjauhiku, dan tidak mempedulikan aku, atau sombong terhadapku (dalam kitab At-Targhib dikatakan, "Walaupun orang itu menzhalimiku.")
- Aku diperintahkan agar tidak meminta apa-pun dari orang lain.
- Aku diperintahkan agar mengatakan yang haq kepada orang lain, walaupun terasa pahit.
- Aku diperintahkan agar tidak mempedulikan celaan siapa pun untuk mendapat ridha Allah swt (tetap mengamalkan sesuatu yang disukai oleh Allah swt, walaupun orang-orang jahil mencelanya).
- Aku diperintahkan memperbanyak bacaan
لا حول ولاقوة إلا بالله
, sebab kalimat itu diturunkan dari sebuah khazanah yang khusus di bawah Arsy." (kitab: Misykat)
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa ada dua hal yang jika menjadi tabiat seseorang, maka Allah swt akan menggolongkan orang itu sebagai orang-orang yang bersyukur, yakni seseorang yang memandang orang yang lebih tinggi derajatnya dari segi agama, lalu ia berusaha mengikuti jejak orang itu. Sedangkan dalam segi dunia, ia memandang orang yang lebih rendah darinya (hanya dengan kasih sayang dan karunia-Nya sajalah) ia telah memperoleh kehidupan yang lebih baik, maka ia menjadi orang yang bersabar dan bersyukur kepada Allah swt. Dan barangsiapa yang memandang orang yang lebih rendah darinya dari segi agama sehingga ia berkata, "Fulan tidak beramal seperti aku" Sedangkan dari segi dunia, ia memandang orang yang lebih tinggi (kaya) darinya (lalu ia mengeluh mengapa ia tidak memiliki harta yang banyak seperti Fulan itu), maka ia tidak akan digolongkan kepada orang yang sabar dan tidak dianggap sebagai orang yang bersyukur. (Misykat)
Aun bin Abdillah rahmatullah alaih berkata, "Dahulu, ketika aku bergaul dengan orang-orang kaya, maka aku selalu dikuasai oleh perasaan gelisah. Karena jika aku melihat pakaian mereka lebih mahal dari pakaianku, aku merasa malu dan sedih. Begitu juga jika melihat kuda orang lain lebih baik dari kudaku. Kemudian ketika aku menemani serombongan fakir miskin, barulah aku dapat selamat dari kegelisahan itu." (kitab Ihya’).
Alim ulama menulis bahwa seseorang itu hendaklah lebih baik menikahi wanita muslim dan jangan memilih anak orang kaya sebagai istrinya, karena barangsiapa menikahi wanita anak orang kaya, maka ia akan terperangkap dalam lima musibah:
- Ia mesti membayar mas kawin yang mahal.
- Berlebih-lebihan dalam acara bulan madu.
- Sulit mendapatkan pelayanan darinya.
- Memerlukan perbelanjaan yang besar.
- Menjadi halangan baginya untuk menceraikannya karena rasa tamak terhadap hartanya.
Istri sebaiknya lebih rendah dari suami dalam empat hal (kitab Ihya’). Jika tidak, maka suami akan dipandang hina oleh istrinya, yaitu dalam:
- Umur
- Tinggi badan
- Harta
- Kemuliaan
Dan lebih tinggi dari suami dalam empat hal:
- Kecantikan wajah
- Adab
- Taqwa
- Adat kebiasaaan
Yang lebih penting daripada memandang orang yang lebih rendah dari segi harta ialah memandang orang yang lebih rendah dari segi rupa dan kesehatan. Seseorang telah menjumpai ahli wara', lalu ia mengadukan tentang kemiskinannya dan menunjukkan kesedihan yang berlebihan dengan berkata bahwa ia ingin mati saja karena kesusahannya itu.
Ahli wara' bertanya kepadanya, “Apakah engkau rela memberikan kedua matamu untuk selama-lamanya, dan kamu akan diberi sepuluh ribu dirham sebagai gantinya?"
Maka ketika orang itu menolak, ahli wara' bertanya lagi, "Baiklah, engkau akan diberi sepuluh ribu dirham, dan sekarang lidahmu saja yang akan dicabut, bersediakah engkau?"
Ketika ia juga menolak, ahli wara' berkata, "Tidak mengapa, bagaimanakah jika kaki dan tanganmu saja yang dipotong, dan engkau akan mendapat dua puluh ribu dirham, apakah engkau bersedia?" Ia pun menolak.
Ahli wara' bertanya, "Bersediakah engkau menerima sepuluh ribu dirham dan otakmu dirusak sehingga engkau menjadi gila?" Orang itu pun menolaknya.
Ahli wara' berkata, "Tidak malukah engkau mengadukan tentang kemiskinanmu, padahal menurut pengakuanmu sendiri, Allah swt Yang Mahasuci telah memberimu harta yang bernilai lebih dari lima puluh ribu dirham?"
Ibnu Samak rahmatullah alaih menjumpai seorang raja. Ketika itu, di tangan raja ada segelas air. Raja berkata kepada Ibnu Samak, "Berilah aku nasihat"
Ibnu Samak berkata, "Seandainya segelas air yang ada di tanganmu itu hanya dapat engkau miliki jika engkau membelinya dengan harga seluruh wilayah kekuasaanmu, dan jika engkau tidak membelinya engkau tidak akan dapat minum air dan akan mati kehausan. Apakah engkau sanggup membeli segelas air ini seharga seluruh wilayah kekuasaanmu untuk menyelamatkan nyawamu?"
Raja menjawab, "Tentu, aku bersedia memberikan seluruh wilayah kekuasaanku sebagai bayaran segelas air ini, jika keadaannya memang demikian."
Ibnu Samak berkata, "Lalu bagaimana engkau merasa puas dengan memiliki kerajaan yang hanya bernilai segelas air saja?"
Dari permisalan ini dapat direnungkan bahwa setiap orang diberi karunia oleh Allah swt, yang tidak ternilai harganya. Semua ini adalah nikmat umum yang diberikan kepada seluruh manusia. Jika direnungkan dengan lebih mendalam, maka akan disadari bahwa setiap orang mempunyai kelebihan khusus yang tidak diberikan Allah kepada orang lain.