"Panggil Abu Nawas kesini, sekarang!" Raja Harun Al-Rasyid member perintah kepada seorang pengawalnya.
"Tuan Abu Nawas, anda disuruh oleh baginda raja untuk menghadap beliau di istana, sekarang" kata pengawal raja kepada Abu Nawas, setibanya di rumah Abu Nawas.
Pengawal raja pun meninggalkan Abu Nawas, untuk kembali ke istana. Setengah jam kemudian, Abu Nawas menyusulnya.
"Abu Nawas, tahukah engkau perihal perintahku untuk memanggilmu kesini?" Tanya raja Harun.
Pengawal raja pun meninggalkan Abu Nawas, untuk kembali ke istana. Setengah jam kemudian, Abu Nawas menyusulnya.
"Abu Nawas, tahukah engkau perihal perintahku untuk memanggilmu kesini?" Tanya raja Harun.
"Begini, Abu Nawas. Aku ingin supaya engkau mengajari sapiku untuk mengaji Al-quran. Engkau harus bisa membuat sapiku mampu membaca Al-quran. Jika tidak, engkau akan dihukum mati!" raja melanjutkan kata-katanya.
"Baik, tuanku. Hamba siap melaksanakan perintah dari tuan" jawab Abu Nawas. Setelah itu, raja menyuruh menteri untuk membawakan seekor sapi, untuk dibawa pulang bersama Abu Nawas.
Tiba di rumahnya, Abu Nawas mengikat sapi tersebut ke sebatang pohon kurma. Keesokan harinya, sapi itu dipukulnya dengan menggunakan rotan hingga berulang-ulang. Saat sapi hendak mengamuk, Abu Nawas mengucapkan kata "atau". Kata itu diulang-ulang olehnya tiap hari.
Tanpa terasa, setengah bulan telah berlalu. Raja menyuruh seseorang untuk melihat apa yang diperbuat oleh Abu Nawas terhadap sapinya.
Setelah melihat perbuatan Abu Nawas terhadap sapinya, orang suruhan raja tadi kembali ke istana untuk melapor.
"Ampun, tuanku. Saya melihat Abu Nawas sedang memukul sapinya berulang-ulang sambil mengajarkan kata ‘atau’. Setiap sapinya hendak mengamuk, ia selalu mengucapkan kata tersebut sebanyak tiga kali" tutur orang suruhan raja tersebut.
Raja sangat heran mendengar penuturan tersebut. Setelah berfikir, raja berucap, "Panggil ke sini Abu Nawas, sekarang! Aku penasaran, apakah sapinya sudah bisa mengaji ataukah belum?".
Akhirnya Abu Nawas tiba di hadapan raja. Setelah mengucapkan salam, raja bertanya kepadanya.
"Abu Nawas, aku ingin tahu. Apakah engkau telah mengajari sapi itu? Apakah sapi itu sudah bisa ngaji?" Tanya raja penuh rasa penasaran.
"Oh, sudah. Tapi baru sedikit yang ia bisa, tuanku" jawab Abu Nawas.
"Aku mendengar kabar, engkau cuma mengajari kata ‘atau’ kepada sapi tersebut sebanyak tiga kali. Apa maksud semua ini?" Tanya baginda.
"Ampun, tuanku. Kata ‘atau’ sebanyak tiga kali maksudnya adalah kalau bukan sapi yang mati, atau hamba, atau tuanku raja, atau tidak ada salah satu dari kita, saya belum puas. Sebab, sampai habis umur sapi tersebut, ia tidak akan bisa ngaji. Itulah alas an saya mencambuknya sampai mati. Sehingga saya tidak punya kewajiban lagi untuk mengajarinya, atau saya yang akan mati, atau tuanku yang mati duluan, atau salah satu dari kita bertiga. Barulah selesai persoalan sapi ini" Abu Nawas menjelaskan.
Raja terperanjat mendengar penuturan Abu Nawas. Tanpa mampu berkata sepatah kata pun. Setelah terdiam beberapa saat, tiba-tiba raja tersenyum sambil berkata, "Baiklah, Abu Nawas. Ambillah sapi ini, atau engkau dapat menjualnya, atau dijadikan sate"
"Dengan senang hati, tuanku" Sahut Abu Nawas sambil pamit untuk membawa sapi pulang ke ruamhnya. Tapi, kali ini bukan untuk dicambuk lagi.
"Baik, tuanku. Hamba siap melaksanakan perintah dari tuan" jawab Abu Nawas. Setelah itu, raja menyuruh menteri untuk membawakan seekor sapi, untuk dibawa pulang bersama Abu Nawas.
Tiba di rumahnya, Abu Nawas mengikat sapi tersebut ke sebatang pohon kurma. Keesokan harinya, sapi itu dipukulnya dengan menggunakan rotan hingga berulang-ulang. Saat sapi hendak mengamuk, Abu Nawas mengucapkan kata "atau". Kata itu diulang-ulang olehnya tiap hari.
Tanpa terasa, setengah bulan telah berlalu. Raja menyuruh seseorang untuk melihat apa yang diperbuat oleh Abu Nawas terhadap sapinya.
Setelah melihat perbuatan Abu Nawas terhadap sapinya, orang suruhan raja tadi kembali ke istana untuk melapor.
"Ampun, tuanku. Saya melihat Abu Nawas sedang memukul sapinya berulang-ulang sambil mengajarkan kata ‘atau’. Setiap sapinya hendak mengamuk, ia selalu mengucapkan kata tersebut sebanyak tiga kali" tutur orang suruhan raja tersebut.
Raja sangat heran mendengar penuturan tersebut. Setelah berfikir, raja berucap, "Panggil ke sini Abu Nawas, sekarang! Aku penasaran, apakah sapinya sudah bisa mengaji ataukah belum?".
Akhirnya Abu Nawas tiba di hadapan raja. Setelah mengucapkan salam, raja bertanya kepadanya.
"Abu Nawas, aku ingin tahu. Apakah engkau telah mengajari sapi itu? Apakah sapi itu sudah bisa ngaji?" Tanya raja penuh rasa penasaran.
"Oh, sudah. Tapi baru sedikit yang ia bisa, tuanku" jawab Abu Nawas.
"Aku mendengar kabar, engkau cuma mengajari kata ‘atau’ kepada sapi tersebut sebanyak tiga kali. Apa maksud semua ini?" Tanya baginda.
"Ampun, tuanku. Kata ‘atau’ sebanyak tiga kali maksudnya adalah kalau bukan sapi yang mati, atau hamba, atau tuanku raja, atau tidak ada salah satu dari kita, saya belum puas. Sebab, sampai habis umur sapi tersebut, ia tidak akan bisa ngaji. Itulah alas an saya mencambuknya sampai mati. Sehingga saya tidak punya kewajiban lagi untuk mengajarinya, atau saya yang akan mati, atau tuanku yang mati duluan, atau salah satu dari kita bertiga. Barulah selesai persoalan sapi ini" Abu Nawas menjelaskan.
Raja terperanjat mendengar penuturan Abu Nawas. Tanpa mampu berkata sepatah kata pun. Setelah terdiam beberapa saat, tiba-tiba raja tersenyum sambil berkata, "Baiklah, Abu Nawas. Ambillah sapi ini, atau engkau dapat menjualnya, atau dijadikan sate"
"Dengan senang hati, tuanku" Sahut Abu Nawas sambil pamit untuk membawa sapi pulang ke ruamhnya. Tapi, kali ini bukan untuk dicambuk lagi.